Seiring pertambahan usia, nyeri pada pinggang atau tulang belakang seringkali menjadi keluhan. Penyebabnya bisa beragam, yang salah satunya adalah proses peradangan sehingga bantalan sendi menonjol dan menjepit saraf sekitarnya kemudian timbullah nyeri.
Erbas YC dkk (2015) menjelaskan nyeri tulang belakang ini merupakan penyebab tersering nomor dua, penderitanya memeriksakan diri ke dokter. Dimana penyebab nomor satunya adalah infeksi saluran pernapasan.
Dalam jurnal yang sama juga dijelaskan, sekitar 75-85% nyeri akut tulang belakang ini dapat membaik dengan sendirinya dalam waktu dua bulan tanpa pengobatan, namun sekitar 15-20% kasusnya menjadi kronik.
Discogenic pain atau nyeri yang berasal dari bantalan sendi di ruas tulang belakang bertanggungjawab sebagai penyebab nyeri tulang belakang kronik pada sekitar 40 persen pasien.
Penanganan nyeri ini yang dalam dunia medis juga cukup banyak dan disesuaikan dengan penyebabnya. Bisa berupa obat-obatan hingga terapi intervensi dari tindakan bedah, baik terbuka maupun yang bersifat invasif minimal yang hanya dilakukan dengan sayatan minimal sekitar 7 mm saja.
“Salah satu teknologi terkini yang dapat membantu mengatasi nyeri akibat adanya masalah penonjolan bantalan sendi ini – atau dikenal dengan hernia nukleus pulposus (HNP) – atau lebih populernya saraf terjepit adalah dengan teknologi laser atau Percutaneous Laser Disc Decompression (PLDD),” papar dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS.
Saat terjadi proses peradangan di ruas tulang belakang dapat menyebabkan bantalan sendi membengkak. Dengan PLDD ini dapat mengurangi volume bantalan sendi yang membengkak atau menonjol tersebut sehingga keluhan nyeri, seperti kebas, kesemutan yang menjadi keluhan pasien dengan saraf terjepit akan hilang.
Selanjutnya, dr. Mahdian juga menjelaskan bahwa, tindakan PLDD ini dilakukan dengan mengalirkan energi laser (1200 Joule) ke bantalan sendi yang menonjol dan hanya dengan anestesi lokal. “Laser ini diharapkan mampu mengurangi volume bantalan sendi sehingga mengurangi penekanan pada saraf tulang belakang yang menjadi penyebab nyeri.”Perubahan kecil volume inti pada bantalan sendi tulang belakang akan mengembalikan penonjolan bantalan sendi sehingga tampak seperti bantalan sendi normal.
Proses PLDD ini juga dijelaskan oleh dr. Mahdian, sebagai berikut:
-saat pasien sudah berbaring tengkurap akan dilakukan anestesi lokal, kemudian jarum akan dimasukkan ke dalam bantalan sendi yang menonjol dan dibantu oleh kamera.
-setelah jarum sudah berada di posisi yang tepat, dokter akan memasukkan fiber optik ke bagian tengah bantalan sendi (atau dalam medis dikenal dengan istilah nukleus pulposus)
-energi laser dialirkan untuk mengubah volume sehingga dapat mengurangi kandungan cairan sehingga bantalan sendi akan mengecil sehingga tidak lagi menjepit saraf dan nyeri pun berkurang/menghilang.
Lama pengerjaan laser ini juga cukup singkat, yaitu sekitar 5-15 menit bergantung pada keterampilan (skill) atau ‘jam terbang’ dokter yang melakukan, serta seberapa mudah memasukkan jarum yang hanya satu milimeter ke area yang dituju. Tindakan ini dibantu oleh C-arm fluoroskopi sehingga dapat langsung tepat di bantalan sendi yang dituju.
“Saat ini memang teknologi laser atau PLDD ini baru dapat digunakan sebagai terapi nyeri akibat saraf terjepit pada ruas tulang belakang, seperti leher dan pinggang. Namun kemungkinan nanti dapat digunakan pada daerah lainnya, seperti lutut atau sakrum/bokong, yang saat ini masih dalam taraf pengujian.”
Dalam American Journal of Neuroradiology (B Schenk dkk, 2006) dijabarkan mengenai prinsip kerja dari PLDD ini. Ruas tulang belakang kerjanya hampir mirip dengan sebuah sistem hidrolik tertutup. Sistem ini terdiri dari nukleus pulposus (inti bantalan sendi) yang mengandung sejumlah besar air dan dikelilingi oleh anulus fibrosus. Bila kadar air nukleus pulposus ini meningkat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intradiskal (antardiskus tulang belakang) yang tidak proporsional. Eksperimen in-vitro pun menunjukkan bahwa peningkatan volume intradiskal yang hanya 1,0 mL sudah dapat menyebabkan tekanan meningkat sebanyak 312 kPa (2340 mmHg).
Penambahan volume pada bantalan sendi tersebut dapat menyebabkan penonjolan sehingga menjepit saraf dan menimbulkan gejala nyeri radikuler. Dengan mengurangi volumenya, penonjolan mengecil dan diharapkan nyeri radikuler itupun menghilang. Inilah mekanisme kerja laser dalam PLDD, yaitu untuk menguapkan kandungan cairan dalam inti bantalan sendi tersebut.
Dengan laser selain cairan tersebut diubah menjadi uap air (evaporasi), peningkatan suhu juga dapat menyebabkan denaturasi protein dan renaturasi berikutnya. Hal inilah yang menyebabkan struktur bantalan inti tidak dapat lagi menarik air sehingga mengecil sekitar ≤57%
Tingkat Keberhasilan PLDD
Dalam beberapa literatur atau jurnal, tingkat keberhasilan PLDD ini bisa mencapai sekitar 87 persen, yang artinya dari 100 pasien, lebih dari 87 pasien yang sudah meraksakan manfaat signifikan pasca-PLDD “Dari pengalaman pribadi, keluhan awal yang dirasakan pasien berkurang hingga sekitar 50 hingga 80 persen, atau dapat dikatakan membaik beberapa hari setelah tindakan ini dilakukan,” jelas dr. Mahdian.
Mengenai siapa saja yang tidak boleh dilakukan tindakan PLDD ini, dr. Mahdian memaparkan,”Untuk pasien dengan gangguan jantung berat, mengalami nyeri dada, atau tidak bisa dalam posisi tengkurap lebih dari 10 menit, atau adanya dekubitus/luka infeksi/abses pada lokasi yang akan menjadi titik laser.”
Mengingat tindakan PLDD ini sangat minimal, bisa dikatakan tidak ada pantangan pasca-PLDD. Namun sebaiknya hindari angkat beban berat, tidak boleh banyak membungkuk atau menaiki tangga. “Pasien yang pernah saya tangani di Klinik Lamina Pain and Spine Center, setelah tindakan dimonitor beberapa waktu, bisa langsung menyetir mobil, dan sudah dapat kembali bekerja kantoran seperti biasa keesokan harinya,” paparnya lebih lanjut.
Efek samping yang dirasakan pasien pasca-PLDD sebenarnya sangat minimal, karena yang digunakan hanya jarum maka kemungkinan terasa sedikit nyeri di tempat suntikan atau hanya berbekas memar kebiruan yang akan segera mereda.
Dalam sebuah jurnal BMC Musculoskeletal Disorders (Patrick AB dkk, 2009) dijabarkan, PLDD merupakan teknologi yang cukup menarik karena sangat minimal dan tidak menyebabkan kerusakan struktur sekitar bantalan sendi, seperti otot, tulang, ligamen, dan saraf. Selain itu pasien juga akan merasakan nyerinya berkurang, tidak perlu rawat inap, dan proses pemulihan lebih cepat dibandingkan dengan tindakan bedah konvensional. (*Berbagai sumber)